MATA
KULIAH BAHASA INDONESIA
PROGRAM
STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH
(SEMESTER
1, TAHUN AKADEMIK 2018/2019
INSTITUT
AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN
DOSEN
PENGAMPU, HARIES PRIBADI,S.Pd.,M.Pd
NAMA : MARNI
N I M : 302 2081 061
A.Latar Belakang
Bagi masyarakat Desa
Dungun Perapakan,hidup ini penuh dengan adat dan kebudayaan,yang berkaitan
dengan lingkungan hidup manusia itu sendiri, sejak masih dalam kandungan
ibu,lahir,kanak-kanak,remaja,dewasa bahkan sampai kematian,untuk kebudayaan
insyaallah yang ada di Desa Dungun Perapakan akan terjaga dan akan
tetap dilestarikan.
Bagi masyarakat Desa
Dungun Perapakan kesadaran untuk memelihara, membina, dan mengembangkan
budaya yang mencerminkan nilai luhur dan kekayaan bangsa dalam bukti kepedulian
terhadap kelangsungan proses kehidupan berbudaya,salah satunya makan saprahan
masyarakat Desa Dungun Perapakan Kecamatan Tebas adalah warisan nenek moyang.
Berat Sama dipikul,
ringan sama dijinjing, berdiri sama tinggi duduk sama rendah adalah
masyarakat yang majemuk yang memiliki berbagai macam suku dan budaya yang
tersebar di tanah air. Kesatuan Bhineka Tunggal Ika dan kemajemukan itulah
menjadikan kita masyarakat yang maju dan begitu indah dalam
bermasyakat,bergotong-royong,menjalin persamaan yang merata.
Masyarakat Desa
Dungun Perapakan,selalu membudayakan makan saprahan dalam acara apapun.Dengan
dilandasi dengan kekeluargaan yang saling mendukung bagi masyarakat Desa Dungun
Perapakan,hidup ini penuh dengan adat dan kebudayaan,yang berkaitan dengan
lingkungan hidup manusia itu sendiri.
Makan bersama-sama
dalam satu majlis (besaprah) adalah agar tidak adanya perbedaan pangkat dan
jabatan,dengan menu yang sama,cara makan yang sama,duduk dengan sopan dan
berakhlak yang baik terasa adanya rasa persaudaraan yang mengalir begitu saja,
tanpa ada rasa kesenjangan yang memisahkan,alangkah indahnya kebersaan dalam
bersaprah.
Makan bersaprah
bagi masyarakat melayu khususnya,makan bersama-sama dalam bersaprah mempunyai
kebahagiaan tersendiri, ketika makan bersama-sama,baik itu dilingkungan
keluarga,dilingkungan masyarakat dan lingkungan lainnya,kebudayaan yang sudah
mendarah dagin bagi
masyarakat Desa Dungun Perapakan, harus dipertahankan dan diwariskan.
Yang pertama yang
ditulis oleh TAMBOEN,P.Adat-Istiadat Karo terbitan Balai Pustaka Tahun
1952.
Yang ke dua di tulis
oleh HARAPAN,H.M.D Adat Istiadat Tapanuli Selatan.Penerbit Grafindo
Utama.Yang ketiga ditulis oleh HARDJOWIROGO Adat Istiadat Jawa
pada Tahun 1980.
B. Metodologi
wawancara di lakukan
dengan seorang bernama Hj.Hajibah,umur 68 Tahun,alamat rumah Desa Dungun
Perapakan,Dusun Kemuning RT.03/RW.02,Kecamatan Tebas.Pekerjaan Petani.C C.P
Tradisi makan
bersaprah dalam kehidupan masyarakat Dungun Perapakan,sangat-sangat identik
dengan agama islam,terpelihara dan berpedoman pada enam rukum Iman,dan Lima
rukun Islam.Makna bersaprah yang disantap oleh enam orang setiap saprahannya
diartikan dengan rukun Iman,dan lauk pauknya yang dihidangkan biasanya lima
piring diartikan rukun Islam.Tidak ada perbedaan menu masakan untuk sajian
saprahan antara rakyat biasa dengan pemimpin,semuanya sama saja.
Bersaprah merupakan
tradisi adat melayu,cara,menghidang dan menu ada aturannya,tidak tertulis tapi
membudaya.Di Kabupaten Sambas Khususnya Desa Dungun Perapakan,tradisi bersaprah
adalah sebuah jamuan makan yang melibatkan banyak orang yang duduk dalam satu
barisan,saling berhadapan duduk dalam satu kebersamaan.
Berat Sama Dipikul,
Ringan Sama Dijinjing, Berdiri Sama Tinggi Duduk Sama Rendah. Itulah filosofi
yang tepat untuk melambangkan kebersamaan dan semangat gotong royong masyarakat
Sambas yang hingga saat ini masih terjaga dengan baik. Hidangan sajian yang
sudah terhidang akan disantap bersama-sama kelompok, membentuk seperti
lingkaran bola. Sajian yang disantap tidak menggunakan sendok maupun lainnya,
tetapi menggunakan tangan (disuap), sedangkan untuk mengambil lauk pauk
digunakan sendok
Tradisi Budaya Makan
Bersaprah tidak bisa terlepas dari semangat gotong royong masyarakat, contohnya
pada acara perkawinan karena untuk membuat acara tersebut membutuhkan tenaga
yang cukup banyak. Biasanya untuk sebuah acara perkawinan membutuhkan tenaga
kerja bisa lebih dari seratus orang. Sangat mustahil kalau yang punya acara
menggaji atau memberi upah kepada semua tenaga kerja yang telah membantu,
karena biasanya warga satu desa turut serta bahu-membahu membantu segala
aktivitas untuk makan saprahan tersebut
Kesimpulannya adalah
untuk pengeluaran membutuhkan biaya tiga kali lipat dari acara perkawinan makan
prasmanan seperti yang yang sering kita jumpai di daerah perkotaan. Maka dari
itu, tradisi ini memang sangat kental dengan adat dan budaya Melayu yang perlu
kita lestarikan bersama sebagai generasi penerus karena makan saprahan dan
semangat gotong royong dalam budaya itu memang satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Kalau semangat gotong royongnya memudar, maka makan saprahan juga
akan dengan sendirinya akan hilang.
Dalam tata cara
penyajian makanan (besurrung), dilakukan oleh 5 (lima) orang yang mempunyai
tugas masing-masing sebagai berikut:
1. Penyurrung ke 1
Barisan terdepan
bertugas mengatur meletakan sajian diatas hamparan tikar. Penyurrung 1 ini juga
membawa alas saprah dan tempat air cuci tangan.
2. Penyurrung ke 2
Membawa pinggan
saprah yang berisi nasi.
3. Penyurrung ke 3
Membawa baki
lauk-pauk.
4.Penyurrung ke 4
Membawa
pinggan/piring nasi.
5. Penyurrung ke 5
Membawa
baki kecil yang berisi cawan air minum
Kelima
orang tersebut mengambil bawaan masing-masing dan
menyusun menuruttugasnya.Mereka
Mengambil posisi secara
berurutan,mulai dari memasuki ruangan,berjalan,duduk dan lainlain.Sajian
saprahan disampaikan secara sambung menyambung dengan tata krama dan budaya.
Bersama kita bisa
,Bersama kita melestarikan budaya kita,mari menginspirasi banyak orang dengan
budaya bangsa kita khususnya masyarakat yang ada di lingkungan kita yaitu Desa
Dungun Perapakan Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas.
D.Referensi
Htt://www.Misterpangalayo.com/2016/02/filosofi-tradis-budaya-makam-saprahan-.htm?m=1
Hj.Hajibah/Duper-Tebas/
Januari 2019/tradisi-makan besaprah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar